(#BukuUntuk2022)

Selesai baca buku ke-8
Syaikh Siti Jenar: Suluk Sang Pembaharu (Buku Ketiga) – Agus Sunyoto
Mizan, Bandung (2016)
252 halaman
Lama baca: 5-21 April 2022

Intro

Pada dasarnya, aku sudah lama sekali direkomendasikan oleh seniorku di organisasi kampus. Tapi, aku baru dapat membacanya sejak tahun kemarin. Tapi sayang, aku harus melompati buku pertamanya yang sudah hilang dari mayapada. Kali ini buku ketiganya yang aku baca.

Ramadhan memang sengaja aku pilih sebagai waktu bercumbu dengan novel karya Agus Sunyoto ini. Karena memang latar cerita yang lebih dekat untuk dibaca pada saat Ramadhan. Aku membaca novel ini sambil berkhayal sedang menonton serial Wali Songo di sebuah televisi swasta.

Blurb

Cerita pada buku ketiga ini melanjutkan dari buku keduanya – tentu saja juga dari buku pertamanya. Jika buku kedua mengambil latar waktu perjalanan kembali dari Arab menuju Jawa. Buku ini, menceritakan kisah yang dialami selanjutnya.

Babat alas memang tidak mudah, cerita itu tergambar jelas pada buku ketiga ini. Perjalanan Syeikh Siti Jenar seperti yang dikisahkan pada buku kedua. Selain perjalanan jasadiyahnya, buku ini menceritakan perjalanan spiritualnya, terutama bertemu dengan sosok yang dipercaya sebagai penguasa Nusantara.

Review

Pada buku ketiga ini, sampul depan bergambar pohon dan akar dengan media lingkaran. Menurutku, kok sangat filosofis sekali, setidaknya setelah selesai membaca dapat mengkira-kira maksud ilustrasinya. Mungkin memang hendak menyampaikan sinopsis melalui ilustrasi yang simbolik.

Akar menurutku menjadi perlambang fundamental dalam menyebarkan agama Islam di Jawa, terutama tanpa menggerus budaya asli Jawa. Bahkan, lebih jauh, seperti disamakan oleh Agus Sunyoto melalui estafet era atau reinkarnasi. Cabang dan ranting seperti menggambarkan transendensi atau mendekati konsep tasawuf, nilai-nilai kesufian.

Sampul dengan dominasi warna hitam sejak pada buku pertamanya seperti mengesankan kedalaman dan keradikalan pemahaman yang dibawa oleh Syaikh Siti Jenar. Hingga buku terakhir, seri novel ini menggunakan sampul berwarna hitam sebagai ciri khasnya. Hanya dibedakan pada ilustrasi simboliknya saja.

Awal bagiannya seperti pada buku kedua, ada semacam muqodimah dari era tahun setelah masa Syaikh Siti Jenar. Lalu, menceritakan kisah yang dialami oleh Syaikh Siti Jenar pada masa lalu sehingga novel ini seperti dibawakan melalui sebuah dongeng. Sekaligus menandakan alur yang digunakan sebenarnya adalah campuran, meskipun hanya ada satu bagian yang memiliki era berbeda.

Aku pada awalnya khawatir tentang munculnya tokoh-tokoh baru, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Ada penambahan tapi tidak seruwet pada buku kedua. Hal ini juga dipengaruhi oleh cerita yang terjadi, melihat kejadian pada novel ini maka aku mewajarkan banyaknya tokoh pada buku sebelumnya.

Aku kok melihat pada intinya, buku ketiga ini bercerita tentang dua tokoh saja, Abdul Jalil dan Sri Mangana dengan tempat di Caruban Larang. Kupikir, kedua orang tersebut muncul setiap waktu di dalam cerita, menjadi bagian yang mendominasi dan memonopoli sebagai tokoh utamanya.

Kelemahannya terdapat pada penokohan yang berkarakter. Menurutku kok kurang kerasa watak dari masing-masing tokoh. Kupikir hal ini dikarenakan cerita lebih bertumpu pada penyampaian aspek substansial melalui ceramah/khutbah. Ya memang tetap ada watak yang menempel, tetapi tidak menjadi dominasi utama dalam membangun karakter tokoh.

Cara menceritakannya setidaknya aku lebih enjoy dengan novel ini daripada sebuah novel yang hampir serupa genre dan maksud tujuan bukunya. Aku tidak merasa bosan membacanya karena pesan-pesan yang hendak disampaikan dilakukan dengan pendekatan yang cermat, yaitu ringkas dan tidak bertele-tele.

Penulis seperti memang lebih mengejar kepada data-data yang dikumpulkannya berupa pemahaman dan fakta kesejarahan. Akibatnya, penokohannya masih terlalu lemah daripada percakapan tentang pesan yang hendak disampaikan. Maklum saja, karena memang penulis juga sebenarnya mengatakannya pada pengantar di buku kedua.

Aku menikmati transfer data yang dilakukan oleh penulis. Aku mengaguminya. Ada beberapa hal yang langsung aku berikan tanggapan melalui cuitanku di utas twitter. Ada kesan yang aku tangkap dan beberapa ilmu baru yang kudapat. Thread dapat diakses di https://s.id/dalifnun-syaikhsitijenar3

Quote

“Segala sesuatu yang tergelar di alam semesta ini sudah di tata sangat rapi tanpa setitikpun mengandung kekeliruan. Hanya mereka yang terhijab dari kebenaran-Nya saja yang menganggap kehidupan di alam semesta ini kacau balau tidak teratur.” – Xu Sanguan (h. 132)

“Kesebatangkaraan, nyatanya, hanya ada akibat ketidaktahuan seseorang, akan keberadaan jati dirinya sebagai bagian dari keturunan Adam as. Hal itu juga terjadu akibat enggan bersilaturahmi, sempit wawasan, membanggakan warna tetesan darah dan kekerdilan jiwa.” – Agus Sunyoto (h. 79)

Rate

****/*