(#BukuUntuk2022)

Selesai baca buku ke-11
Thousand Cranes – Yasunari Kawabata
Immortal Publishing, Sleman (2018)
166 halaman
Lama baca: 10 Juli – 7 Agustus 2022

Intro

Aku memilih buku ini kenapa ya? Ah, mungkin karena sedang kesurupan jejepangan. Jika aku lihat kembali waktu bacaku, pada waktu itu aku sedang sering mendengarkan L`arc~en~Ciel sambil menyelesaikan akhir-akhir tesis. Mungkin lho ya!?

Tujuan utamanya adalah untuk mempertipis angka to be read yang ada di rak buku. Buku ini kuperoleh dengan membeli paketan buku ketika ada promo. Beli secara acak, random, ngawur, pokoknya tidak ada dalam wishlist. Langsung main beli saja.

Blurb

Seribu Burung Bangau merupakan novel yang berkisah tentang hasrat, penyesalan, dan kenangan. Seluruh kisahnya terbalut dalam ritual upacara minum teh yang disampaikan secara halus dan lembut oleh Yasunari Kawabata.

Begitulah ringkasan yang terdapat dalam sampul belakang. Memang inti ceritanya lebih kepada hal-hal yang berkaitan dengan ritual upacara minum teh. Konfliknya pun dibangun dengan latar tersebut. 

Review

Mari kita mulai dari sampulnya dahulu. Cukup menarik karena ada sesuatu yang dapat dikritik. Sampulnya terdapat ilustrasi sepasang tangan yang memegang ‘jambangan’. Lalu, ada manusia berkepala ranting yang sedang menyeduh teh. Terakhir, ada dua origami burung (bangau). 

Judulnya Seribu Burung Bangau, tetapi hanya diwakili oleh dua origami. Padahal, seluruh cerita lebih mengisahkan dua ilustrasi lainya, urusan ‘jambangan’ dan ritual upacara minum teh. Agaknya, judul dan sampulnya ini tidak sinkron. Titik fokusnya menjadi berubah, sehingga mempengaruhi perspektif dalam membacanya.

Novel ini diceritakan dari sudut pandang orang ketiga. Tokoh utamanya yaitu Kukiji, seorang pria yang ditinggal mati oleh bapaknya—yang memiliki permasalahan hubungan dengan wanita. Lalu, ada Kurimoto Chikako, Ny. Ota, Fumiko dan Inamura Yukiko. Hingga akhir cerita porsi mereka selalu muncul.

Karakter dibangun oleh dua sisi, dari cerita dan percakapan. Begitulah yang aku rasakan. Sikap-sikap antar tokoh cukup menarik dalam menampilkan imajinasi konflik. Sayangnya, aku menyadarinya agak terlambat, aku saja harus mengulang membaca bab awal agar paham duduk perkara dan tokohnya.

Novel ini menawarkan konflik yang menarik, yaitu perselingkuhan dan hubungan antar keluarga. Latar konfliknya yaitu ritual upacara minum teh. Hanya sederhana sebetulnya pemicunya, tetapi konfliknya kompleks. Ada objek konfliknya juga berupa benda, yaitu keberadaan sebuah ‘jambangan’ Shino. Unik sekali.

Masa lalu selalu diungkit dalam novel ini, sebagaimana kukisikan sebelumnya yaitu keberadaan ayah Kukiji yang kontroversial. Boleh dikatakan jika awal mula konfliknya berada di tangan ayah Kukiji. Sial pula kedudukan Kukiji ini, dapat warisan masalah, selain warisan rumah.

Chikako menjadi tokoh yang dominan perannya. Menurutku dia bukan tokoh utama, tetapi tokoh pendukung tetapi punya peran-peran strategis dan kuat dalam cerita. Oh, bisa disebut sebagai tokoh kunci cerita. Meskipun, dia sebenarnya menjadi sisi yang buruk dalam novel ini. Karakternya kuat dengan dibangun seperti yang kukemukakan sebelumnya, melalui dialog dan narasi. 

Hal menarik yang aku dapat adalah doktrinisasi historikal (historical doctrine) ala-ala Jepang. Mereka akan selalu mengingat dan mencatat sejarah dari sesuatu dengan jelas. Dalam novel ini, sebuah ‘jambangan’ saja diketahui dibuat oleh siapa, dan sanad kepemilikannya hingga pemilik terakhirnya. Hal sekecil itu lhooo, kita saja masih sering berdebat naskah supersemar dimana yang asli.

Kisah ini ditutup tanpa klimaks, seperti masih ada bagian-bagian yang menggantung di akhir. Seperti cerita pendek sastra Jepang yang tahun lalu aku baca, mirip begitu modelnya. Mereka mengejar substansi hingga endingnya tidak terlalu dipikirkan. Meski demikian, over all, kisahnya dapat aku nikmati dengan baik.

Menurutku, terjemahannya tidak buruk. Pada awal membaca memang harus beradaptasi dengan gaya bercerita. Aku juga harus mengulang membaca bab awal-awal untuk mengetahui duduk perkaranya. Asal bisa mengikuti jalan cerita dengan baik, artinya tidak masalah. Bosan? Tidak juga, ceritanya menarik.

Aku menuliskan catatan pada saat proses pembacaannya di Twitter dengan sebuah thread, yang dapat diakses melalui https://s.id/dalifnun-thousandcranes  

Quote

“Ketika kau dibelenggu oleh si mati, kau mulai merasa bahwa kau sendiri tidak berada di dunia ini” — Kukiji (h. 155)

“Nilai sebuah benda pada dasarnya terletak di sejarahnya. Benda yang memiliki sejarah penting dan panjang, itu adalah benda yang mahal” – Dalifnun

Rate

***/**